ABSTRAK
Penggunaan hak prerogatif oleh kepala negara hanya dalam kondisi teramat khusus. Hak prerogatif dalam bidang hukum adalah katup pengaman yang disediakan negara dalam bidang hukum. Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Kewenangan Presiden memberikn grasi terkait dengan hukum pidana dalam arti subyektif. Hukum pidana subyektif membahas mengenai hak negar untuk menjatuhkan dan menjalankan pidana. Hak negara yang demikian ini merupakan hak negara yang besar, sehingga perlu dicari dasar pijakannya melalui teori pemidanaan. Presiden dalam memberikan grasi harus didasarkan pada teori pemidanaan.
Dilihat dari latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis mencoba mengemukakan permasalahan bagaimana aturan hukum pemberian grasi di Indonesia, bagaimana eksistensi pemberian grasi ditinjau dari perspektif hukum pidana, serta upaya yang dilakukan untuk mengeksistensikan grasi terhadap narapidana. Skripsi ini merupakan penelitian normatif atau studi pustaka dengan menggunakan jenis data berupa Analisis data yang digunakan yakni dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dengan skripsi ini. Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Yaitu penelitian terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoretis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi. Tujuan penelitian kepustakaan (Library Research) ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, putusan pengadilan, maupun bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
Berdasarkan data yang ada, kecenderungan penggunaan dan peredaran narkoba di Indonesia tak memperlihatkan kecenderungan turun, bahkan setiap tahun terus naik.Selama tahun 2012 ini setidaknya sudah tiga gembong narkoba yang diberikan grasi, yaitu terpidana narkotika asal Australia, Schapelle Leigh Corby, dari 20 tahun menjadi 15 tahun. Lainnya, dua gembong narkotika internasional Deni Satia Maharwan dan Meirika Franola yang seharusnya menjalani hukuman mati diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Pemberian grasi ini menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan dan komitmen pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba di Indonesia. Keseriusan ini juga dipertanyakan dengan mencuatnya kasus terpidana mati narkoba asal Nigeria, Adami Wilson alias Abu, beberapa waktu lalu yang dengan leluasa mengendalikan bisnis haram itu dari penjara Nusakambangan. Ini situasi yang berbahaya.Jadi, alasan hak asasi manusia yang dikemukakan.
Komentar
Posting Komentar